Makassar | POROS RAKYAT NEWS.ID- Ketua Divisi Hukum Lembaga Poros Rakyat Indonesia, Irfan Harris SH angkat suara, terkait akan melaporkan 11 terduga kontraktor yang ikut melakukan suap ke oknum pejabat badan pemeriksa keuangan ( BPK) di wilayah provinsi sulawesi selatan.
Irfan Harris SH saat di temui salah satu cafe, di jalan Boulevar, Sabtu. (29/10/22) mengatakan bahwa Oknum pejabat BPK ini diduga menerima suap dari para kontraktor nakal tersebut, yang disinyalir untuk memperkaya diri sendiri.
“Ke 11 kontraktor nakal ini telah melakukan suap kepada oknum pejabat BPK Sulsel demi menutupi perbuatanya bahkan Oknum pejabat BPK pernah, menghubungi 11 Kontraktor tersebut bertemu di salah satu Hotel jalan Andi Pettarani Makassar, pada Desember 2021,” Ungkapnya.
Selain itu, Irpan Harris SH menambahkan bahwa dari hasil pertemuan oknum BPK ini meminta uang kepada 11 kontraktor dengan nilai Rp 3,2 miliar. Uang tersebut diserahkan kepada oknum pejabat BPK, dengan berdalih untuk menutupi hasil temuan terhadap laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020.
“Karena merasa melakukan perbuatan, yang merugikan negara, Tion yang diduga bersama 10 kontraktor lainnya memberikan uang masing-masing sebagai berikut ;
1) Jhon Theodore Rp 525 juta,
2) Petrus Yalim Rp445 juta,
3) Haji Momo Rp250 juta,
4) Andi Kemal Rp479 juta,
5) Yusuf Rombe Rp525 juta.
6) Robert Wijoyo Rp58 juta,
7) Hendrik Rp395 juta,
8) Lukito Rp64 juta,
9) Tion Rp150 juta,
10) Rudi Moha Rp200 juta,
11) Karaeng Kodeng Rp150 juta.
Total nilai keseluruhan Rp3,241 milliar.
Lebih lanjut Ketua Divisi Hukum Lembaga Poros Rakyat Indonesia ini, menuturkan kembali bahwa siapapun itu tetap kami akan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar terciptanya supremasi hukum, yang berkeadilan.
“Sangat menyesalkan kejadian tersebut dimana oknum pejabat BPK Sulsel yang dianggap sebagai pihak yang dapat melakukan pemberantasan korupsi, Malah melakukan perbuatan melawan hukum,”Ucapnya.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan pada kasus suap-menyuap di sektor swasta adalah ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Didalamnya juga diatur bentuk hukuman kasus suap.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap tidak memiliki rumusan pasal yang merujuk pada pejabat publik sebagai subyek yang dapat dikenai ketentuan tersebut. Sebagai penjelasan, dalam Undang-Undang tersebut merumuskan perbuatan suap-menyuap aktif sebagai berikut:
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara
pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 Juta dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diamanahkan oleh negara dalam penindakan korupsi, terhadap para koruptor di negeri ini, Rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada lembaga Poros Rakyat Indonesia sebagai Kontrol Sosial(Red).
Laporan ; Media Group Poros Rakyat