SulSel/Takalar, PorosRakyatNews.id-
Terumbu Karang yang merupakan tempat hidup ikan dan biota laut serta pohon mangrove sebagai penahan di bibir pantai kepulauan Tanakeke kabupaten takalar kini hampir punah.
Berbagai aktivitas manusia di laut kepulauan Tanakeke yang kian meresahkan seeperti pengambilan karang secara ilegal, penggunaan bom dalam penangkapan ikan, penebangan hutan mangrove secara meluas mengakibatkan sedimentasi.
Ditemukanya tumpukan batuan terumbu karang dibibir pantai dan penebangan pohon mangrove membuat aktivis lingkungan hidup Kepulauan Tanakeke “Jagat Samudra” geram atas tindakan tersebut.
Daeng Tika selaku ketua Jagad Samudra Pulau Satangnga ( kelompok pengawas masyarakat Laut Tanakeke) menuturkan, penebangan mangrove dan pengambilan batu karang ini massif diduga dilakukan masyarakat untuk berlomba-lomba ingin mendapat pendapatan arang dengan harga meningkat dari Rp 100 ribu menjadi Rp 120 hingga Rp 150 ribuan per-karung.
“Disisi lain dugaan tersebut batuan terumbu karang yang sudah mati di kumpulkan orang-orang dijadikan keperluan proyek pembangunan Desa membutuhkan berpuluh-puluh kubik untuk keperluan pembangunan tersebut”, kata Masriadi dg.tika
Diketahui sementara ,pendapatan ini hanya dirasakan oleh segelintir orang dari pada yang terlibat dalam penebangan maupun pengambilan pasir, namun akibatnya akan dirasakan oleh semua orang yang tinggal di Pulau,”ucap Masriadi dg.tika
Dalam kondisi ini, Lembaga ELHAN RI sebagai kontrol sosial mengajak Pemerintah Pusat sampai Daerah serta pihak APH,KLH dan KKP turung kelapangan melihat dugaan pengrusakan ekosistem laut.
“Sadar dengan adanya KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG dan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 terhadap orang-orang sengaja terlibat dalam kegiatan penambangan karang, mengambil terumbu karang di kawasan konservasi, dengan menggunakan bahan peledak dan bahan beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang dalam bentuk perbuatan, diancam pidana”.
Selain itu ELHAN RI menyebutkan ancaman pidananya tidak main-main, Pasal 73 ayat (1) huruf a jo UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Penerapan Ketentuan Pidana Terhadap Pelaku Destruction Kejahatan Ekosistem Terumbu Karang yang tepat dan sesuai dengan rumusan dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a jo UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Daerah Pengelolaan Pesisir danPulau-Pulau Kecil. Dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda Rp2,000,000,000.00 (dua miliar rupiah)”
Sampai berita ini diterbitkan hari minggu (19/10/2023) di pulau Satangnga dan Bauluang masih terjadi pengrusakan ekosistem laut.
Lp : JAGAD SAMUDRA